MENGENAL SARKOPENIA PADA LANSIA

Oleh dr. Adhikarmika Uliyandari dari RSUP Dr.Kariadi

 

Sarkopenia adalah kelainan otot yang ditandai dengan berkurangnya kekuatan dan massa otot serta penurunan performa fisik. Kondisi ini banyak terjadi pada populasi lanjut usia (Lansia), walau kini sarkopenia juga diketahui terjadi pada usia lebih muda. Sarkopenia berhubungan erat dengan disabilitas dan penurunan kualitas hidup. Dengan berkurangnya kekuatan otot, kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari akan turun dan tingkat ketergantungan pun meningkat.

Dari beberapa penelitian, angka kejadian sarkopenia di Indonesia berkisar mulai dari 9,1% hingga 59%. Pada tahun 2020, terdapat 9,92% (26,82 juta) penduduk Lansia di Indonesia dan di tahun 2045 jumlahnya diperkirakan mencapai hampir seperlima dari total penduduk Indonesia. Mengingat angka kejadian sarkopenia pada Lansia cukup tinggi dan jumlah Lansia di Indonesia cenderung meningkat, maka pemahaman mengenai sarkopenia akan bermanfaat dalam upaya peningkatan kualitas hidup Lansia.

Beberapa penyebab sarkopenia diketahui berasal dari beberapa hal sebagai berikut :

  1. Nutrisional
  • Kurangnya asupan protein dan energi
  • Defisiensi mikronutrien
  • Malabsorbsi, gangguan pencernaan
  • Anoreksia (akibat penuaan atau masalah oral)
  1. Inaktivitas
  • Bed rest
  • Imobilisasi lama
  • Kurang aktivitas, gaya hidup sedenter
  1. Penyakit
  • Penyakit tulang dan sendi
  • Penyakit kardiopulmoner (termasuk gagal jantung dan PPOK)
  • Diabetes mellitus
  • Berkurangnya hormon androgen
  • Kelainan saraf, kanker serta penyakit pada hati dan ginjal

Mekanisme terjadinya sarkopenia bersifat multifaktorial. Proses penuaan menganggu homeostasis otot skeletal, melalui jalur yang belum diketahui secara pasti. Diduga akibat ketidakseimbangan anabolisme dan katabolisme otot yang menyebabkan massa otot berkurang dan kekuatannya turun.

Ciri utama sarkopenia adalah penurunan kekuatan dan massa otot serta berkurangnya kemampuan fisik dan stamina. Dugaan sarkopenia dapat dicurigai dari keluhan-keluhan seperti jatuh, kelemahan, penurunan kecepatan berjalan, sulit bangun dari kursi dan penurunan berat badan/penyusutan massa otot. Kondisi penurunan kekuatan otot dapat diperiksa melalui kekuatan genggaman tangan dan uji duduk ke berdiri. Penurunan massa otot diperiksa melalui pemeriksaan DXA, BIA, CT-Scan dan MRI. Kemampuan fisik dan stamina dinilai menggunakan uji latih tertentu.

Upaya pencegahan sarkopenia yang dapat dilakukan meliputi :

  1. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah rekomendasi utama untuk mencegah sarkopenia. Aktivitas yang dapat dilakukan meliputi aktivitas fisik harian di rumah (misal : berjalan, naik tangga, berkebun) maupun latihan fisik seperti latihan aerobik, latihan beban/resistensi dan latihan keseimbangan. Latihan fisik dapat meningkatkan ukuran dan kekuatan otot serta memacu pembentukan protein otot. Namun perlu diingat bahwa latihan fisik ini harus dikonsultasikan terlebih dahulu pada dokter.

  1. Asupan nutrisi

Nutrisi utama dalam pencegahan sarkopenia adalah protein. Anjuran jumlah protein untuk orang dewasa adalah 0.8 gr/kgBB/hari. Asam amino esensial dalam protein yang penting dalam pencegahan sarkopenia adalah leusin. Sumber makanan yang banyak mengandung leusin contohnya daging merah, ayam, putih telur, tuna, rumput laut dan kedelai. Vitamin D juga penting dalam pencegahan sarkopenia. Vitamin D bisa didapatkan dari sinar matahari dan konsumsi ikan laut, atau melalui suplementasi.

Kombinasi aktivitas fisik dan asupan nutrisi adalah kunci utama pencegahan sarkopenia. Dengan memahami hal tersebut, diharapkan kesadaran akan pentingnya pola hidup sehat akan meningkat demi terwujudnya Successful Aging.

 

Daftar Pustaka

  1. Cruz-Jentoft AJ, Sayer AA. Sarcopenia. The Lancet. 2019; 393 (10191): 2636-46. http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(19)31138-9
  2. Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2020. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2020
  3. Vitriana, Defi IR, Irawan GN, Setiabudiawan B. Prevalensi Sarkopenia pada Lansia di Komunitas (Community Dwelling) berdasarkan Dua Nilai Cut-off Parameter Diagnosis. MKB. 2016; 48(3): 164-70. https://doi.org/10.15395/mkb.v48n3.417
  4. Widajanti N, Ichwani J, Dharmanta RS, Firdausi H, Haryono Y, Yulianti E, et al. Sarcopenia and Frailty Profile in the Elderly Community of Surabaya: A Descriptive Study. Acta Med Indones. 2020 Jan; 52(1): 5-13. PMID: 32291366
  5. Putra W, Aryana S, Astika I, Kuswardhani T, Putrawan I, Purnami N. Prevalensi sarkopenia dan frailty di desa Pedawe, Mangupura, Serai dan Songan. Intisari Sains Medis. 2020. 11(2): 546-50. https://doi.org/10.15562/ism.v11i2.667
  6. Setiati S. Geriatric Medicine, Sarkopenia, Frailty, dan Kualitas Hidup Pasien Usia Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Kedokteran di Indonesia. eJournal Kedokteran Indonesia. 2013; 1(3): 234-42. http://journal.ui.ac.id/index.php/eJKI/article/view/3008

 

 

Share:

Tags:

Beri Komentar

">">