news Details

SERING MIMISAN, BERBAHAYAKAH?
oleh dr. Anna Mailasari Kusuma Dewi, Sp. THT-KL(K), MSi.Med dari RSUP Dr.Kariadi

 

Mimisan atau dalam bahasa medis disebut epistaksis, merupakan perdarahan dari hidung yang bisa terjadi pada semua usia baik anak maupun dewasa. Paling sering terjadi pada anak-anak, lansia, ibu hamil dan pada penderita kelainan pembekuan darah. Angka kejadian mimisan berdasarkan data didapatkan pada 60% dari penduduk yang ada, tetapi hanya 6% yang memerlukan penanganan lanjutan di rumah sakit. Mimisan kadang-kadang dapat berhenti sendiri, tetapi pada kasus tertentu mimisan dapat mengancam jiwa karena perdarahan yang banyak dan sulit berhenti.

Kegawatan mimisan ditentukan oleh sumber perdarahan, jumlah perdarahan dan penyebabnya. Sumber perdarahan yang berasal dari pembuluh darah di bagian depan (dikenal sebagai epistaksis anterior) biasanya perdarahannya sedikit dan mudah berhenti, sering sekali terjadi pada anak-anak. Sedangkan mimisan yang disebabkan perdarahan dari pembuluh darah dihidung bagian belakang (epistaksis posterior) sering kali membutuhkan penanganan serius karena perdarahan yang banyak, sulit berhenti dan dapat menyebabkan anemia (kekurangan darah), epistakasis posterior ini lebih sering terjadi pada usia dewasa atau lansia. Penelitian terhadap 168 pasien epistaksis didapatkan 83,3% perdarahan berasal dari sisi depan septum nasi, sisi depan dari dinding rongga hidung 7,1%, sisi depan konka inferior 5,4% dan atap rongga hidung 4,2%.

Penyebab mimisan terbagi menjadi penyebab lokal, umum dan idiopathic / penyebab yang tidak diketahui. Faktor lokal hidung berupa trauma, infeksi, benda asing, tumor, perubahan atmosfer seperti perbedaan tekanan mendadak, dan septum deviasi/sekat hidung yang bengkok. Sedangkan faktor lokal nasofaring akibat adanya radang atau tumor seperti adenoiditis, angiofibroma, dan tumor ganas. Faktor keadaan tubuh secara umum meliputi sistem kardiovaskuler seperti hipertensi, kelainan darah dan pembuluh darah, penyakit liver, penyakit ginjal, obat-obatan seperti salisilat dan antipembekuan darah, penekanan pada mediastinum akibat tumor, infeksi akut pada umumnya seperti influenza, alergi dan siklus menstruasi yang tidak tetap. Infeksi akut seperti pada demam berdarah dengue juga dapat menimbulkan keluhan mimisan akibat berkurangnya jumlah trombosit yang berperan pada pembekuan darah. Masing-masing penyebab tersebut perlu diidentifikasi karena memerlukan pemeriksaan penunjang dan penanganan yang berbeda.

Penatalaksanaan mimisan yang utama adalah menghentikan sumber perdarahan. Pemberian obat anti perdarahan dapat membantu menghentikan darah untuk sementara. Mimisan yang tidak berhenti dengan tindakan sederhana seperti penekanan daerah hidung dengan ibu jari, maka perlu dilakukan penghentian perdarahan dengan menggunakan kauter pada lokasi perdarahan. Kauterisasi merupakan tindakan menutup pembuluh darah yang terbuka sebagai sumber perdarahan dengan menggunakan alat. Apabila perdarahan banyak sehingga lokasi perdarahan sulit diidentifikasi, dapat dilakukan pemasangan tampon yang dipertahankan selama 24-72 jam. Saat ini pilihan tampon sangat beragam, ada jenis tampon yang tidak diserap tubuh seperti kassa gulung (tampon kovensional) dan ada tampon yang akan diserap oleh tubuh, perbedaan pemakaian tampon ini tergantung dari kegunaannya. Pasien mimisan yang terpasang tampon hidung harus rawat inap di rumah sakit, tujuannya agar dapat dilakukan evaluasi perdarahan, mencari penyebab dan mencegah terjadinya komplikasi. Pada beberapa kasus mimisan yang tidak berhenti dengan terapi konvensional, kemungkinan diperlukan tindakan menutup pembuluh darah yang terbuka dengan menggunakan kauter atau tindakan operasi lain.

Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada mimisan yang berulang, pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah, nasoendoskopi dan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan laboratorium darah yang dilakukan utamanya dilakukan pemeriksaan darah rutin dan faktor-faktor pembekuan darah, untuk mengetahui adanya kelainan darah. Pemeriksaan nasoendoskopi (melihat ke dalam rongga hidung dengan menggunakan kamera endoskopi) dan radiologi seperti rongen sinus paranasal, CT scan, ataupun MRI dilakukan bila ada kecurigaan adanya tumor, kelainan struktur hidung, kelainan pembuluh darah atau sinusitis.

Mimisan dapat terjadi berulang kali, untuk mencegah terjadinya mimisan berulang diperlukan terapi sesuai penyakitnya, melakukan penanganan penyebabnya dan tindakan pencegahan. Mimisan yang disebabkan karena kelainan pembekuan darah seperti hemophilia atau penyakit hipertensi dapat  diberikan obat-obatan yang sesuai. Sedangkan mimisan yang disebabkan karena adanya tumor, kelainan struktur hidung, maupun akibat trauma sering sekali memerlukan tindakan operasi.

Tindakan awal yang bisa dilakukan bila mimisan adalah duduk tegak dengan posisi kepala menunduk agar darah tidak masuk ke tenggorok. Gunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memencet bagian depan hidung selama 10 menit untuk menghentikan perdarahan. Setelah mimisan berhenti disarankan untuk beristirahat dan tidak membuang ingus terlalu keras, dengan tujuan menghindari perdarahan ulang. Apabila perdarahan tidak berhenti, disarankan untuk segera ke dokter atau instalasi gawat darurat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Hal-hal yang harus diperhatikan apabila pernah mimisan adalah menghindari mengorek-korek hidung atau membuang ingus terlalu kencang karena dapat menimbulkan luka baru yang mudah berdarah, menghidari paparan asap yang dapat mengiritasi hidung, meminum obat sesuai petunjuk dan berkonsultasi ke dokter untuk mengetahui penyebabnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Lam, K., Luong, A., Yao, W. C.. Endoscopic management of anterior and posterior epistaxis. Operative Techniques in Otolaryngology - Head and Neck Surgery. 2017;28(4): 198–203.
  2. Dhingra PL, Dhingra Shruti, D.D. Disease of Ear Nose and Throat & Head and Neck Surgery. Dhingra editor. India: Elsevier, 2014. p. 286, 307.
  3. Wei, W., Lai, Y., Zang, C., Luo, J., Zhu, B., Liu, Q., & Liu, Y. A blind area of origins of epistaxis: technical or cognitive? European Archives of Oto-Rhino-Laryngology. 2018; 275(6): 1501–1505.
  4. Diamond, L. Managing epistaxis. Journal of the American Academy of Physician Assistants. . 2014; 27(11): 35–39.
Share:

Tags:

Beri Komentar