news Details

PENATALAKSANAAN REHABILITASI MEDIK PADA SINDROM KORONER AKUT

dr.Lisa Listiarini, dr. Sri Wahyudati, Sp.KFR-K

KSM Rehabilitasi Medik RSUP dr. Kariadi, Semarang

Rehabilitasi Medik Pasca Sindrom Koroner Akut

Sindrom koroner akut merupakan suatu kondisi gawat darurat yang terjadi akibat berkurangnya atau berhentinya aliran darah yang menuju ke jantung secara mendadak. Beberapa gejala dari sindrom ini adalah tekanan di dada seperti serangan jantung, sesak saat istirahat atau melakukan aktivitas fisik ringan, keringat yang berlebihan secara tiba-tiba, muntah, mual, nyeri di bagian tubuh lain seperti lengan kiri atau rahang, dan jantung yang berhenti mendadak (cardiac arrest). Umumnya mengenai pasien usia 40 tahun ke atas walau pada saat ini terdapat kecenderungan mengenai usia lebih muda. Menurut hasil Survei Kesehatan Nasional, penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia sebesar 26,4%.

 

Studi sebelumnya menemukan bahwa terjadi penurunan aktivitas sehari-hari pada pasien pasca sindrom koroner akut seperti: pekerjaan rumah, aktivitas fisik dan hobi serta tidak bisa melakukan aktivitas sama sebelum didiagnosis penyakit. Hal ini dapat disebabkan pasien kuatir dan cemas bahwa kejadian sindrom koroner akut akan berulang kembali. Menurut penelitian yang dilakukan American College of Cardiology, angka mortalitas setelah tindakan revaskularisasi pembuluh darah koroner jantung (PCI dan CABG) sebesar 10.5%. Oleh karena itu diperlukan rehabilitasi jantung pasca tindakan revaskularisasi untuk mengurangi kejadian mortalitas pada pasca sindrom koroner akut.

 

Tujuan program rehabilitasi pada penderita pasca sindrom koroner akut bertujuan untuk: (1) mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, (2) memberi penyuluhan pada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan (3) membantu pasien untuk kembali dapat beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan jantung. Penderita pasca sindrom koroner akut perlu direhabilitasi jantung, sehingga dapat kembali kepada suatu kondisi yang optimal secara fisik, medik, psikologik, sosial, emosional, seksual, dan vokasional, rehabilitasi jantung juga berguna untuk melatih mobilitasi dan kerja jantung dan memulihkan kondisi dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa program latihan sebaiknya dimonitor berdasarkan target frekuensi denyut nadi, usaha maupun prediksi METs. Apabila terjadi gejala gangguan jantung, ortopedik maupun neuromuskular, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap program latihan.

 

Dalam pelaksanaannya program rehabilitasi jantung dikelompokkan kedalam beberapa fase:

  • Fase I adalah upaya yang segera dilakukan disaat pasien masih dalam masa perawatan, tujuan utama fase ini adalah mengurangi atau menghilangkan efek buruk dari ‘dekondisi’ akibat tirah baring lama, melakukan edukasi dini dan agar pasien mampu melakukan aktifitas hariannya secara mandiri dan aman.
  • Fase II dilakukan segera setelah pasien keluar dari RS di bagian rehabilitasi medik dan disupervisi oleh dokter spesialis. Hal ini dikarenakan kondisi pasien belum stabil sehingga memerlukan pengawasan dokter untuk menentukan intensitas latihan sesuai kemampuan pasien. Sebelum dilakukan fase II, dilakukan stratifikasi resiko rendah, sedang, atau tinggi untuk menentukan aktivitas latihan pasien. Fase ini merupakan program intervensi untuk mengembalikan fungsi pasien seoptimal mungkin, mengontrol faktor risiko, edukasi dan konseling tambahan mengenai gaya hidup sehat.
  • Fase III merupakan fase pemeliharaan, dimana diharapkan pasien tersebut telah mampu melakukan program rehabilitasi secara mandiri, aman, dan mempertahankan pola hidup sehat untuk selamanya, dibantu atau bersama-sama keluarga dan masyarakat sekitarnya.

 

Pencegahan Sindrom Koroner Akut

Sejak 1994, American Heart Association (AHA) mendeklarasikan bahwa rehabilitasi jantung tidak terbatas hanya pada program latihan fisik saja, tetapi harus mencakup upaya-upaya multidisiplin yang bertujuan untuk mengurangi atau mengontrol faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengontrol dan mencegah faktor risiko sindrom koroner akut, antara lain:

  • Melakukan olahraga dan aktivitas fisik lainnya secara teratur (aktivitas moderat seperti berjalan, sepeda, renang selama 30 menit 5–7x seminggu)
  • Menghentikan kebiasaan merokok.
  • Mengurangi makanan dan minuman yang kaya akan lemak (25% dari kebutuhan energi total yaitu 40 g/hari), karbohidrat (50–60% kebutuhan energi total), dan garam (0.5-1 g/hari).

 

 

Share:

Tags:

Beri Komentar